“Tilang manual diberlakukan pada kendaraan yang memalsukan pelat nopol dan yang melepas pelat nopol,” kata Latif.
Sejak Oktober, tilang manual memang dilarang. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengimbau agar polisi sabuk putih memaksimalkan penindakan pelanggaran lalu lintas lewat tilang ETLE. Kendati demikian tak berarti tilang manual sepenuhnya dihapuskan.
Sigit mengungkap ketika ada yang melanggar lalu lintas harus diberikan teguran, edukasi, baru kemudian dilepas. Kemudian tindakan penilangan dimaksimalkan lewat tilang ETLE. Namun ada pengecualian, bila pelanggaran tersebut berpotensi menimbulkan kecelakaan maka petugas diperbolehkan melakukan tilang manual.
“Kecuali memang hal-hal yang sifatnya laka lantas (kecelakaan lalu lintas) dan sebagaimana yang rekan-rekan harus lakukan penegakan hukum, silakan. Tapi terhadap pelanggaran-pelanggaran sebaiknya memberikan edukasi,” ungkap Sigit.
Namun pengendara di Indonesia justru seolah salah kaprah menangkap pernyataan tersebut. Kebanyakan malah semena-mena dengan peniadaan tilang manual itu. Lalu belakangan muncul fenomena pengendara melepas pelat nomor. Tujuannya supaya tidak terdeteksi kamera ETLE.
Padahal menggunakan pelat nomor merupakan salah satu kewajiban pengendara dan diatur dalam Undang-undang No.22 tahun 2009 pasal 68 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di sisi lain, pelepasan pelat nomor justru memunculkan indikasi tindak pidana. Sebab, bisa saja pengendara sengaja memasang pelat palsu untuk melakukan kejahatan lain.
“Karena masyarakat yang melakukan pelanggaran itu sangat membahayakan, dan itu ibaratnya pemalsuan. Bisa untuk menjadi alat atau sarana untuk kejahatan bisa saja, karena melepas pelat nomor, dengan pelat nomor itu adalah persyaratan untuk bisa beroperasional di jalan,” ujar Latif belum lama ini.
Leave feedback about this